PERJALANAN HATI KHADIJAH


Khadijah, nama yang tidak asing ketika kita membaca sejarah islam khususnya kisah perjalanan hidup Rasulullah. Sosok yang sangat berjasa dalam  dakwah sang nabi. Novel "Khadijah, ketika rahasia mim tersingkap” Sibel Eraslan membantu kita lebih mengenal Khadijah lebih mendalam. Bahkan jauh sebelum beliau menikah dengan Rasulullah. Pengarang novel tersebut seakan menekankan bahwa sosok yang dipilih untuk mendampingi sang nabi adalah sosok yang benar-benar istimewa. Melalui novel ini kita diajak memahami sejarah dengan cara yang  lebih menyenangkan. kita seakan-akan berada disituasi ribuan tahun lalu. Menyaksikan adegan demi adegan keteguhan cinta Khadijah kepada laki-laki yang kelak menjadi pendamping hidupnya. Gaya Bahasa yang indah namun sedikit rumit, butuh beberapa kali baca untuk benar-benar memahami novel ini.
Jadi serasa ada yang hilang atau kurang pas ketika sedang asyik membaca novelnya, mungkin karena novel terjemahan. Andai bisa membaca novel dalam Bahasa aslinya akan lebih amazing.

Perjalanan menemukan belahan jiwa bagi seorang Khadijah tidaklah mudah. Di usia belia menikah dengan seorang saudagar yang berakhlak mulia hingga mempunyai dua orang anak. kehidupan yang terasa sempurna tersebut tak berlangsung lama disebabkan meninggalnya sang suami. Ditengah kepedihan ditinggal suami, Khadijah harus menjalankan sendiri bisnisnya sesuai dengan amanah suaminya. Menjalankan bisnis sendiri bagi seorang janda sambil mengasuh sendiri dua buah hatinya pastilah tidak mudah. Apalagi Khadijah hidup ditengah-tengah masyarakat mekkah yang memandang rendah terhadap sosok perempuan. Hingga pernah suatu ketika anak lelakinya sakit demam dan tabib tak bisa datang, memaksa Khadijah yang hanya ditemani  pelayan setianya maysaroh membawa sendiri anak lelakinya ke rumah tabib. Tidak hanya menerjang gelapnya malam namun harus melewati para pemabuk yang berkeliaran disepanjang jalan mekkah. Perjalanan tengah malam tentu sangat membahayakan apalagi bagi perempuan. Saat itu Khadijah sempat merintih dalam pedih, “ah seandainya ayah anak ini masih hidup mungkin tidak akan seperti ini.”

Sepeinggalan sang suami Khadijah menjelma menjadi wanita tangguh dengan segala kesibukannya mengurus bisnis. Tak terbesit untuk mencari pendamping hidup lagi. Akan tetapi kedua anak lelakinya tak bisa diabaikan. Mereka tetap butuh figure ayah. Akhirnya khadijah mempertimbangkan lagi para pelamar yang datang menanyakan dirinya kepada sang pelayan. Setelah bermusyawarah dengan keluarga, Khadijah memutuskan membina rumah tangga lagi bersama salah satu bangsawan mekkah. Meski awal pernikahan mereka bahagia dengan hadirnya satu putri di dalam rumah mereka, namun sang bangsawan tipe laki-laki mekkah yang keras. Kekerassannya juga berlaku kepada istri dan anak-anaknya. Setiap malam selalu pulang dengan kondisi mabuk dan melampiaskan kekesalannya kepadda Khadijah dan anaknya. Hingga pada akhirnya Khadijah tidak tahan lagi dan memilih meninggalkan sang suami. Harapan memiliki keluarga yang harmonis sirna sudah. Khadijah kembali sendiri tapi kini bersama ketiga anaknya. Menjalani hari-hari bersama dua putra dan putri mungilnya sambil terus membangun bisnisnya. Khadijah menjelma menjadi janda kaya raya dengan para pelayan setia disekelilingnya. Semua terasa semprna kecuali ketika malam tiba, ada rasa kesepian yang merasuki jiwanya.

Setelah sekian lama, akhirnya hati Khadijah berdebar lagi. Ia jatuh cinta lagi kepada sosok pemuda pimpinan rombongan dagang yang masih kerabatnya. Muhammad bin Abdullah telah membuat hati seorang Khadijah berbunga-bunga. Ia melihat wajah yang terpancar dari pemuda itu. Bibir Khadijah gemetar tak sangup mengucapkan nama Muhammad. Ia hanya sanggup mengucap huruf mim dari bibirnya. Bagi Khadijah, menanti tiga bulan kepulangan rombongan dagang tersebut sangatlah menyiksa. Khadijah telah jatuh cinta lagi setelah sekian lama berteman sepi.

“bagi Khadijah, kini segala benda telah menuliskan huruf mim. Setiap benih bunga mawar yang ia tanam di taman, setiap anak biri-biri yang baru saja lahr di peternakannya, burng-burung yang sring hinggap di pekarangannya, ikan-ikan yang ada di kolamtaman rumahnya, di sisirnya yang terbuat dari gading, di cincinnya yang terbuat dari permata, di penanya, hingga pada air susu yang ia minum, madu yang ada di sarang, bintang-bintang di angkasa sana, bulan dan mentari, semuanya berucap “mim” kepadanya. Seluruh makhluk di jagad raya ini seolah telah menjadi seperti dirinya. Merindu, haus akan air segar ‘mim’. Bagi Khadijah ‘mim’ adalah oksigen, sekaligus air minumnya.”

Perjalanan hati Khadijah akhirnya berlabuh kepada Muhammad. Pemuda yang kelak mengemban amanah suci dari sang pencipta. Pernikahan antara huruf ‘kha’ dan huruf ‘mim’ pun di gelar. Pernikahan yang membawa kebahagiaan bagi penduduk mekkah. Pernikahan inilah yang akan mengantarkan Khadijah menjadi wanita yang senantiasa menemani  perjalanan dakwah sang suami baginda Rasulullah hingga akhir hayatnya. Khadijah membantu dakwah sang suami tidak hanya dengan hartanya, tetapi juga dengan segenap jiwa raganya. Ia ada disisi sang nabi di masa-masa terberatnya. Khadijahlah yang menemani dan menenangkan hati sang suami  ketika wahyu diturunkan kepadanya. Khadijah, yang kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi Muhammad. Karena bagi beliau, Khadijah wanita pertama yang dicintai dan dari Rahim khadijahlah putra putri Muhammad ada. Khadijah wanita yang tetap punya tempat tersendiri di hati sang nabi, meski ia telah lama pergi dari sisinya. Dan hanya khadijahlah wanita yang tidak diduakan oleh Muhammad Rasulullah. Karena ia adalah satu-satunya istri nabi hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya. 

No comments

Post a Comment